Senin, 23 Juli 2012

Penyebab Kemiskinan Indonesia



Pada awal juli 2012 tepatnya tanggal 4, kita disuguhkan lagi dengan kasus bunuh diri. Kasus bunuh diri ini ternyata bukan yang pertama dan satu-satunya. Masih banyak kasus bunuh diri ini yang tidak nampak kepermukaan atau bahkan tidak dinampakan ke permukaan. Bagaikan fenomena gunung es yang nampak dipermukaannya sedikit, padahal mungkin didalamnya lebih besar dari apa yang nampak diluarnya.
Adalah Markiah (30), seorang ibu yang telah melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari jembatan Pulo Empang, kota Bogor. Dalam aksi bunuh dirinya ini sang ibu mengajak anaknya yang masih berusia tiga tahun.
Kasus yang serupa juga terjadi pada 2010, Khoir Umi Latifah mengajak dua anak balitanya membakar diri secara bersama-sama. Kemudian pada 2011, Suharta mengajak anaknya gantung diri bersama.  Pada Maret 2012, ada dua kasus serupa, Erawati tega menenggelamkan anak bungsunya yang masih berusia 4 tahun, baru kemudian si ibu memotong urat nadinya. Di Surabaya, Ratna beserta dua anaknya bersama-sama meminum racun pada 25 Maret lalu.
Beberapa kasus bunuh diri ini dilansir karena tidak kuat menahan himpitan beban hidup yang harus mereka tanggung selama ini. Dengan kata lain akibat dari kemiskinan yang terjadi dimasyarakat kita saat ini. Kemiskinan ini tak jarang juga menjadi penyebab berbagai masalah atau bahkan tindakan criminal. Seperti, terganggunya keharmonisan keluarga, perceraian, dan bahkan sampai tindak pembunuhan.
Misalnya menurut Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) mencatat selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian hingga 70 persen (republika.co.id, 24/1). Data itu harus dipertanyakan sebab komponen surveinya tidak realistis. Menurut BPS angka itu adalah perhitungan makro dengan sampel hanya sekitar 68.000 rumah tangga dari sekitar 61 juta rumah tangga di Indonesia (http://bimakab.bps.go.id/files/miskin.pdf).  Artinya, hanya menggunakan sampel sekitar 0,1115 % yang tentunya belum dapat mewakili sampel data secara makro di Indonesia. Disamping itu, garis kemiskinan yang digunakan Rp 267.408 untuk perkotaan dan Rp 229.226 untuk pedesaan tidak logis dan tidak sesuai dengan biaya hidup sehari-hari.
Program penurunan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah ini tidak menghasilkan efek positif di tengah-tengah masyarakat. Bahkan kemiskinanpun semakin meningkat, walaupun dikatakan menurun data yang digunakan untuk surveynya ternyata masih dipertanyakan. Ini terlihat dari masih banyaknya masyarakat yang hanya bisa memenuhi makan yang layak satu kali dalam satu hari saja, tidak dilihat dari bagaimana masyarakat tersebut memenuhi sandang dan papannya juga. Seperti yang dikatakan oleh Sosiolog UIN Syarif Hidayatullah, Musni Umar, menilai berbagai klaim keberhasilan pemerintah soal pertumbuhan ekonomi hanya menyentuh masyarakat menengah dan atas. Musni menilai negara yang tidak bisa mengurus orang miskin sebagai negara yang gagal.
Deraan kemiskinan yang melanda negeri ini sebenarnya bukan diakibatkan karena Negara ini miskin serta tidak memiliki sumber kekayaan untuk membiayai masyarakatnya. Jika kita amati Negara kita ini kaya, bahkan sangat kaya dengan sumber daya alamnya yang melimpah ruah, ditambah dengan iklim yang tropis yang berpeluang meningkatnya hasil agraris, seperti pertanian dan perkebunan yang tidak sulit untuk dikembangkan.
Adapun faktor utama yang menjadikan sebagian masyarakt ini miskin adalah adanya sistem yang mengatur Negara ini, yaitu sistem kapitalis-liberal. Dimana dalam sistem ini diterapkan ‘survival of the fittest’, siapa yang kuat dialah yang menang. Akibat dari sistem kapitalisme itu, kekayaan terkonsentrasi pada sebagian kecil orang.  Menurut ekonom Indef, Enny Sri Hartati, 20 % dari penduduk Indonesia menguasai 48 % PDB, sedangkan mayoritas yaitu 80 % dari penduduk Indonesia hanya menguasai 52 % PDB.
Fakta yang lain yang mendukung sistem kapitalis-liberal diterapkan di Negara ini adalah adanya data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tentang distribusi simpanan bank umum April 2012.  Menurut data LPS itu, dari total nilai simpanan di bank umum nasional sebesar Rp 2.894,01 triliun, ternyata Rp 1.508,71 triliun-nya (52,13%) dikuasai oleh hanya 0,14% dari total pemilik rekening.  Data itu juga menunjukkan, 97,38 % dari total pemilik rekening hanya menguasai Rp 466,49 triliun atau 16,12 % dari total nilai simpanan, sementara itu 2,62 % dari total pemilik rekening menguasai Rp 2.427,52 triliun atau 83,88 % dari total nilai simpanan. Padahal total jumlah rekening hanya 101,532 juta atau kurang dari 50% jumlah penduduk Indonesia.
Ironisnya lagi dengan semakin maraknya kasus korupsi dari hulu hingga hilir yang ternyata dilakukan oleh orang-orang yang dikatakan pejabat sebagai refresentasi sosok pemerintah yang harusnya mengurusi dan mengelola kebutuhan rakyatnya. Serta diperparah dengan alokasi anggaran untuk pengentasan kemiskinan yang minim. Atau kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yang lebih berpihak pada asing dari pada rakyatnya.seperti pada baru-baru ini terdapat statmen bahwa Indonesia akan meminjamkan dana ke IMF padahal hutang Indonesia sendiri masih sekitar 225 milyar dolar dan kebutuhan dalam negeripun  belum terpenuhi dengan baik, dalam hal ini masih banyak masyarakat Indonesia yang miskin.
Kemiskinan yang terjadi di Negara ini merupakan kemiskinan struktular. Dimana kemiskinan ini dihasilkan dari sistem yang mengaturnya atau bersifat sistemik. Dengan demikian untuk penanggulangannyapun diperlukan sebuah usaha yang tidak hanya dilakukan dalam bidang ekonomi saja, akan tetapi dari berbagai aspek yang disebut dengan penyelesaian secara sistemik. Ketika sistemnya masih menggunakan sistem sekarang yang notabenenya adalah sistem kapitalis dengan sistem politik demokrasinya, cita-cita untuk pengentasan kemiskinan tidak akan pernah terwujud.
Solusi kemiskinan ini harus dengan solusi sistemik dan ideologis, yaitu dengan mengganti sistem yang ada sekarang dengan sistem Islam yang akan menerapkan syariah Islam secara utuh. Dimana dalam sistem Islam terdapat mekanisme untuk menyelesaikan permasalahan seperti; pertama, Islam memerintahkan setiap laki-laki agar bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Dalam hal ini Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi kaum laki-laki untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Kedua, jika individu itu tetap tidak mampu, maka beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya. Ketiga, jika kerabat tidak ada atau tidak mampu, maka beban itu beralih ke baitul mal yakni kepada negara.
Sedangkan pemenuhan kebutuhan asasi masyarakat yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan, maka negara wajib memenuhi kebutuhan masyarakatnya dengan menyediakan aspek-aspek yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut secara gratis atau dengan biaya yang sekecil-kecilnya kalaupun masyarakat harus membayarnya. Untuk membiayai semua itu, selain berasal dari harta milik negara juga dari hasil pengelolaan harta milik umum seperti migas, tambang, laut, danau, sungai, hutan dan sebagainya yang sepenuhnya dikelola oleh Negara dan dikembalikan kepada rakyat, bukan malah sumber-sumber diserahkan pada individu atau asing dalam pengelolaan harta  milik umum ini.[]
Elis Ratna K.
087823088995








Sabtu, 14 Juli 2012

cara praktis limit 1.flv

Lagu Motivasi


Lirik Lagu La Luna - Semua Pasti Berlalu
Lirik Lagu La Luna Semua Pasti Berlalu

Roda waktu berputar
Tangis tawa datang dan menghilang
Semua telah digariskan
Atas kebesaran Yang Kuasa
Hadapilah semua dengan senyuman

Langit tak selamanya kelabu
Jangan larut dalam haru biru
Bersabar selami waktu
Semua pasti berlalu

Dan mentari akan bersinar
Memberi cahaya harapan
Bangkitlah raih impian
Rangkai masa depan

Hadapilah semua dengan senyuman

Langit tak selamanya kelabu
Jangan larut dalam haru biru
Bersabar selami waktu
Semua pasti berlalu

Dan mentari akan bersinar
Memberi cahaya harapan
Bangkitlah raih impian
Rangkai masa depan

Langit tak selamanya kelabu
Jangan larut dalam haru biru
Bersabar selami waktu
Semua pasti berlalu

Dan mentari akan bersinar
Memberi cahaya harapan
Bangkitlah raih impian
Rangkai masa depan

Doa Saat Mengalami Kesulitan


Maka kita diperintahkan untuk berdoa saat mengalami kesulitan,
اَللَّهُمَّ لا سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَ أَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً
Allaahumma Laa Sahla Illaa Maa Ja’altahu Sahlaa Wa Anta Taj’alul Hazna Idza Syi’ta Sahlaa
Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Dan apabila Engkau berkehendak, Engkau akan menjadikan kesusahan menjadi kemudahan.



Jumat, 13 Juli 2012

Lagu tahun 90-an yg Sesuai dg Keadaan Remaja Sekarang


Chorus:
Astaga
Apa yang sedang terjadi
Astaga
Hendak kemana semua ini
Bila kaum muda sudah tak mau lagi peduli
Mudah putus asa dan kehilangan arah

Lalalalala wowowowo

Begitu banyak rintangan
Yang harus kau hadapi
Tapi mengap kau diam saja
Tak berdaya

Dibelia usia
Dimasa-masa paling indah
Kau tampak wo tak berdaya

Sementara yang lainnya
Hidup seenaknya
Seakan waktu tak kan pernah
Ada akhirnya

Hanya mengejar
Kepentingan diri sendiri
Lalu cuek akan derita sekitarnya

Astaga
Apa yang sedang terjadi woho
Astaga
Hendak kemana semua ini

Sementara yang lainnya
Hidup seenaknya
Seakan waktu tak kan pernah
Ada akhirnya

Hanya mengejar
Kepentingan diri sendiri
Lalu cuek akan derita sekitarnya

Chorus

Bila kaum muda sudah tak mau lagi peduli
Mudah putus asa dan kehilangan arah

[Rap]
Gaya anak muda masa kini penuh canda tawa ria riang sepanjang malam dengan musik irama reggae melompat bergetar rasakan irama gerakkan tanganmu kita bergoyang kekiri kekanan ikuti irama
Yoyoyoyo
Semua berdansa hati gembira pertapun meriah

Astaga
Apa yang sedang terjadi
Astaga
Hendak kemana semua ini
[4x]

hujan senja itu: Keluhan Rakyat Kecil Buat RI 1

hujan senja itu: Keluhan Rakyat Kecil Buat RI 1: Berbicara tentang kinerja pemerintah memang tidak terlepas dari penilaian kita terhadap orang nomor satu di Indonesia sebagai pemimpin...

Keluhan Rakyat Kecil Buat RI 1



Berbicara tentang kinerja pemerintah memang tidak terlepas dari penilaian kita terhadap orang nomor satu di Indonesia sebagai pemimpin Negara ini. Menurut Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyatakan bahwa kinerja SBY mengalami penurunan dari tahun ke tahun sejak dilantik 20 oktober 2009 (liputan6.com). Hasil survei tersebut memang tidak salah karena terbukti dari respon masyarakat yang sudah tidak simpati lagi terhadap pemerintah. Hal tersebut terjadi bukan tanpa alasan, karena setiap ada akibat pasti ada sebab yang memunculkan kejadian termasuk sikap ketidak simpatian masyarakat terhadap pemerintah.
Fakta kasus Lapindo adalah salah satu bentuk kasus dimana rakyat dibiarkan berhadapan sendiri dengan PT Lapindo Brantas yang memiliki kekuatan luar biasa karena dimiliki oleh orang yang memiliki kekuasaan dan dana yang sangat besar. Kasus kedua, ketika masyarakat dihadapkan dengan kenaikan bahan bakar yang sejak SBY memerintah sudah mengalami kenaikan harga beberapa kali bahkan sekarang pemerintah semakin menggencarkan iklan-iklan layanan yang berkaitan dengan larangan memakai pertamax bagi pemilik mobil pribadi. Ketiga, kasus freeport semakin menambah daftar permasalahan yang muncul. Hal yang tidak kalah menghebohkan lainnya adalah adanya resufle cabinet yang dilakukan presiden yang dilaksanakan sepekan yang lalu. Ini hanya segelintir fakta yang terjadi di negeri ini, masih banyak permasalahan-permasalahan lain yang terjadi yang sampai saat ini belum bisa terselesaikan. Maka pantaslah ketika suatu survei menyimpulkan bahwa adanya penurunan kinerja pemerintah karena terlihat dari kinerjanya yang di nilai lamban. Lalu sampai kapan segala permasalahan tersebut akan berakhir? Dan apa sebenarnya akar permasalahan yang terjadi di Negara kita ini? Dan elemen mana saja yang berperan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi?
Dalam tulisan ini saya akan mencoba memaparkan penyebab munculnya masalah-masalah tersebut dan bagaimana pandangan saya terkait permasalahan tersebut sebagai seorang mahasiswa. Pertama, ketika berbicara kasus Lapindo pastinya kita sudah tahu seperti apa dan bagaimana kasus tersebut terjadi. Kalau kita amati kasus ini berawal dari sebuah kesalahan yang dilakukan oleh pihak swasta yaitu PT Lapindo Brantas yang mengakibatkan hancurnya pemukimana masyarakat akibat lumpur dan gas panas yang terus-menerus keluar dari hasil pengeboran yang dilakukan oleh pihak PT Lapindo Brantas. Tidak ada penangan yang serius dari pemerintah untuk menyelesaikan kasus ini dan membiarkan masyarakat yang berhadapan langsung dengan PT Lapindo yang memiliki kekuasaan dan dana yang besar. Dimana ketika masyarakat mengajukan gugatan atas kesalahan yang menimpa daerah pemukimanannya pastilah kalah dengan pihak PT Lapindo yang memiliki modal yang besar sehingga peluang untuk memanangkan kasusnya pun besar. Di sisi lain pemerintah tidak bertindak tegas karena membiarkan kasus tersebut menjadi beban masyarakat Sidoarjo. Seharusnya pemerintah mengabil alih atas penyelesaian kasus ini sampai tuntas dan memastikan masyarakat terpenuhi haknya.
Kedua, kenaikan BBM yang terjadi beberapa kali selama pemerintahan SBY dan adanya pembatasan premium untuk masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi semakin menjelaskan kinerja pemerintah sekarang ini seperti apa. Berbicara kenaikan BBM tidak hanya berdampak pada satu aspek naiknya BBM itu sendiri tapi berdampak pada berbagai aspek yang lainnya. Diantara dampaknya adalah adanya kenaikan bahan makanan pokok dan harga barang. Ini yang harus diperhatikan oleh pemerintah sebelum mengambil kebijakan tertentu. Kemudian jika melihat adanya pembatasan premium bagi masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi. Permasalahannya bukan dari premium untuk masyarakat kecil dan pertamax untuk kalangan masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi tapi dari sistem pengaturan bahan bakarnya itu sendiri oleh pemerintah yang kemudian harus tepat dan tidak salah kelola. Karena kalau kita analasis terkait potensi mineral, Indonesia memiliki potensi energy yang luar biasa. Dimana sebagai wilayah yang terletak di pertemuan empat lempeng tektonik (Indo-Australia, Eurasia, Filipina, dan Pasifik), Indonesia punya banyak daerah rawan gempa yang rupanya merupakan mekanisme alam untuk mematangkan dan mengangkat mineral yang dibutuhkan manusia.
Mengutip dari pandangan Prof. Fahmy Amhar bahwa minyak kita yang siap diproduksi ada 8 milyar barel. Andaikata pengambilan minyak (lifting) kita bisa ideal sekitar 1,2 juta barel per hari, atau 0,438 milyar barel pertahun, maka cadangan itu akan habis dalam 18 tahun. Namun para ahli geologi memastikan bahwa cadangan total adalah 86,9 milyar barel, sehingga dengan penerapan teknologi yang tepat, cadangan yang siap diproduksi itu bisa bertahan 198 tahun. Gas tersedia 384,7 TSCF (trillion standard cubic feet) dengan produksi 2,95 TSCF per tahun. Batu bara tersedia 58 milyar ton, diproduksi 0,132 milyar ton per tahun. Hal ini membuktikan kalau Indonesia ini sangat kaya. Seharusnya dengan sumber bahan bakar yang sangat melimpah ini tidak perlu adanya pembatasan pemakaian premium untuk masyarakat Indonesia. Namun kenapa pembatasan dan kenaikan BBM ini tetap terjadi karena adanya kesalahan pengelolaan SDA kita, yang harusnya dikembalikan untuk rakyat seluruhnya malah di berikan pada swasta dan swasta asing.
Ketiga, permasalaha Freeport tidak kalah peliknya. Harusnya pemerintah bertindak tegas dengan permasalahan ini. Logikanya ketika kita tahu bahwa Freeport ini adalah sumber daya alam yang ada di kawasan Indonesia yang secara otomatis menjadi SDA yang dimiliki Indonesia maka seharusnya di kelola dan keuntungan terbesar dari hasil pengelolaan tersebut untuk rakyat Indonesia. Namun, malah di serahkan pada pihak swasta asing. Terkait pada awalnya merupakan balas budi Indonesia terhadap Amerika karena telah membantu menyelesaikan kasus G30SPKI tapi tidak menjadikan tambang emas di Papuan ini berganti kepemilikan menjadi milik Amerika, tetap saja SDA tersebut milik Indonesia. Ketiaka ada perjanjian yang merugikan Indonesia maka kewajiban pemerintah adalah mengambil alih SDA tersebut. Bukan malah mengajukan perjanjian untuk menambah royalti untuk Indonesia.
Diantara permasalahan pengelolaan masyarakat dan social yang carut marut ini, malah di tambah dengan permasalahan resuflle yang landasannya tidak masuk akal. Bukannya dengan adanya pergantian beberapa mentri dan penggemukan cabinet dengan adanya wakil mentri malah menjadi semakin melambungnya pengeluaran buat gaji para mentri dan wakil mentri yang notabene di ambil dari APBN?
APBN yang idealnya dihasilkan dari pengelolaan SDA Indonesia sudah tidak bisa diharapkan lagi karena secara sukarela pemerintah malah memberikan SDA kita pada swasta dan swasta asing lewat adanya peraturan tentang dibolehkannya privatisasi SDA kita, yang menyebabkan pemasukan dari hasil SDA kita berkurang. Lantas rakyat lagi yang harus menanggung kekuarangan pemasukan APBN negri ini, diantara lewat pajak. Tanpa adanya timbal balik dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Apa sebenarnya akar permasalahan dari fakta diatas? Jika kita analisis salah satu penyebab permasalahan-permasalahan ini diakibatkan adanya penghilangan peran pemerintah dalam mengelola SDAnya. Privatisasi adalah satu buktinya. Model seperti inilah merupakan salah satu dari sistem kapitalis dimana pemerintah sudah tidak lagi berpihak pada masyarakatnya tapi berpihak pada swasta dan swasta asing. Selain itu juga sistem kapitalis ini juga yang merupakan akar dari ketidak tegasan pemimpin kita untuk menyelesaikan permaslahan yang ada dan menciptakan sebuah kondisi yang memberikan peluang bagi pihak yang menyatakan diri sebagai pemerintah untuk berbuat curang. Contonya korupsi yang semakin meraja rela sebagai tindak kriminal yang dilakukan oleh pemerintah sendiri.
Melihat permasalahan yang saya paparkan di atas menunjukan sebuah bukti kinerja pemerintah yang tidak memihak pada rakyat secara otomatis menunjukan kinerja pemimpin kita dalam hal ini presiden tidak dilandasi untuk kepentingan rakyat tapi untuk kepentingan pengusa dan swasta. Yang akar masalahnya berasal tidak hanya dari orang-orangnya saja tapi juga penyebab utama permasalah yang terjadi adalah dari aturan yang dipakainya (sistem) yang memiliki konsep sekulerisme dan menjadikan capital sebagai focus utamanya (kapitalisme). Ketika kita tahu bahwa akar permasalahan ini adalah sistemanya, tidak ada jalan lain kita harus mengubah sistemnya itu agar keadaan yang rusak sekarang ini berubah menjadi keadaan yang sejahtera. Kapitalis yang memiliki asas sekulerisme ini tidak mungkin diganti denga sistem sosialis yang terbukti tidak sesuai denga fitrah manusia, maka satu-satunya jalan adalah menggantinya dengan sistem Islam.
Dalam sistem islam, SDA yang jumlahnya besar tidak boleh diserahkan kepemilikannya kepada individu. Individu yang mengelolanya wajib diperlakukan sebagai pekerja, dan bukan pengelola. Sebagai pekerja, dia mendapatkan upah yang sesuai dengan tenaga professional yang dikeluarkannya, bukan sesuai denga hasilnya, karena “hasil usaha SDA” hakekatnya milik public. Hutan, laut, sumber daya mineral, energy – bahkan keindahan alam, hakekatnya adalah milik public - sehingga hasil setiap exploitasi komersialnya seharusnya dikembalikan untuk kepentingan masyarakat umum.
Negara akan berperan sebagai wakil masyarakat ketika mengelola SDA ini. Bagaimanapun Negara harus bertindak ketika mekanisme pasar yang sebenarnya tidak lagi dapat diharapkan. Antara lain:
-          Melindungi keselamatan umum
Faktanya sulit meminta swasta memperhatikan keselamatan warga secara umum (peran sosial), sesulit membiarkan masyarakat berhadapan langsung dengan korporasi.
-          Melindungi kelestarian lingkungan
Sulit swasta diminta mereklamasi bekas lokasi pertambangan – (peran lingkungan)
Sistem ini akan terlaksana dengan sempuna jika diterapkan dalam sebuah institusi yang mendukung penerapan sistem ini dengan sempurna. Institusi tersebut adalah dinamakan dengan Khilafah Islamiyah.
Untuk menciptakan sistem Islam ini memerlukan kesinergisan dari berbagai elemen masyarakat. Termasuk kaum terpelajar tingkat tingggi yaitu mahasiswa. Dimana mahasiswa memiliki peran sebagai agent of change. Peran agent of change ini akan terasa optimal jika di dukung oleh civitas akademik. Sehingga memunculkan potensi, peran, dan kontribusi mahasiswa dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang mampu memenuhi beragam kebutuhan rakyat terwujud. Serta pergerakan mahasiswan terarah dan memunculkan pemahaman tentang ideology yang mampu menandingi bahkan mengenyakhan ideology sekuler ini hanyalah islam.[]







Kamis, 12 Juli 2012

Pandangan Komprehensif Syariah Islam : Kritik tentang Sengketa Tanah



Kesejahteraan dan penghidupan yang layak  mungkin hanya khayalan dan impian saja bagi penduduk negeri yang di juliki jamrud khatulistiwa ini. Betapa tidak, keadaan dan kehidupan rakyatnya masih sangat jauh dari kata tenang dan sejahtera. Berbagai macam permasalahan yang melibatkan rakyatnya sering terjadi dan ironisnya tidak ada pembelaan dari pemerintah untuk rakyatnya sendiri.
Pernyataan di atas bukan tanpa alasan, banyak fakta terkait yang bisa merepresentasikan pernyataan di atas, misalnya kasus yang akhir-akhir ini muncul dalam pemberitaan berkaitan dengan sengketa tanah. Ternyata, kasus sengketa tanah ini tidak hanya terjadi saat ini saja tapi sudah dari dulu bahkan dari masa orde baru pun sudah muncul dan sampai saat ini belum selesai.
Misalnya kasus sengketa tanah di Mesuji, Sape, Bima, Sungai Sodong, dan di daerah lainnya karena masih banyak wilayah dengan kasus yang serupa. Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional (BPN) terdapat 13.000 kasus sengketa tanah di Indonesia belum terselesaikan (Nasional..kontan.co.id, 14/6/2011). Periode Januari 2011 hingga Juni 2011, baru sekitar 1.333 dari 14.337 perkara tanah yang terselesaikan. Hingga akhir Tahun 2010, terkumpul kasus-kasus pertanahan sebanyak 12.267  perkara pertanahan. Kemudian, akhir Juni 2011 perkara pertanahan bertambah 2110 perkara, sehingga total perkara adalah 14.337 perkara. (Nasional..kontan.co.id, 14/6/2011).
Adapun daftar beberapa kasus sengketa tanah serta kronologisnya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir:
No
Waktu
Konflik
Kronologi
1.
September 2006
Pedagang pasar lama dengan TNI AD
Tanah pasar kembangsari lama, desa karangduren, tengaran, semarang, yang dihuni 83 keluarga dan ditempati 500 pedagang diklaim oleh TNI AD yang akan menggunakannya untuk pembangunan infrasrtuktur bangunan TNI AD. Seluruh pedagang dipindah ke pasar kembangsari baru. Pedagang menolak dan melakukan demonstrasi.
2.
Januari 2007
Warga desa sukamulya dengan TNI AU
Warga desa sukamulya, kecamatan rumpin, bogor terlibat bentrokan dengan aparat TNI AU terkait sengketa lahan di kawasan rumpin yang sedang dibangun proyek “water trining” TNI AU. Warga menganggap TNI AU menyerobot tanah mereka.
3.
Mei 2007
Masyarakat desa tlogo, lekok, pasuruan, jawa timur, dengan prajurit mariner TNI AL
Lahan seluas 539 hasejak 1960 sudah dibeli oleh TNI AL untuk dijadikan pusat pendidikan TNI AL. namun, sampai sekarang pusat pendidikan tersebut tidak dibangun, tetapi disewakan kepada PT rajawali nusantara untuk areal perkebunan. Masyarakat merasa dibohongi dan puncaknya terjadi bentrokan, mengakibatkan 4 warga tewas dan 8 orang luka-luka tertembak prajurit mariner TNI AL
4.
16 November 2009
Masyarakat desa sekitar hutan dengan Perhutani dan pengelola taman hutan rakyat (Tahura).
Masyarakat yang bermukim di sekitar area hutan meminta adanya garis batas tanah yang jelas. Garis batas tanah ini menunjukkan mana tanah yang masuk wilayah rakyat atau Perhutani atau pengelola Tahura dan yang dikelola oleh warga.
5.
2009-2011
Lembaga adat Megoupak dengan PT. Silva Inhutani
Sebuah  PT. Silva Inhutani milik warga Negara Malaysia bermaksud melakukan perluasan lahan, dilakukan sejak tahun 2003, namun upaya PT. Silva Inhutani membuka lahan untuk menanam kelapa sawit dan karet selalu ditentang penduduk setempat. Akhirnya PT. Silva Inhutani membentuk PAM Swakarsa yang juga dibekingi aparat kepolisian untuk mengusir penduduk. Pascaadanya PAM Swakarsa terjadilah beberapa pembantaian sadis dari tahun 2009 hingga 2011. Kurang lebih 30 orang sudah menjadi korban pembantaian sadis dengan cara ditembak, disembelih dan disayat-sayat. Sementara ratusan orang mengalami luka-luka dan diantara mereka ada yang mengalami trauma dan stres berat.
6.
 14 april 2010
 Warga koja dengan  Pemkot Jakarta Utara, polisi dan satpol PP
Pemkot Jakarta Utara melakukan penertibkan Kawasan Pemakaman Mbah Priok. Meminta piihak keamanan untuk menertibkan tapi pihak Keamanan mengedepankan kekuasaannya, pihak massa mengedepankan militansinya. Kekerasan diadu dengan kekeran. Mengakibatkan dirawatnya ratusan korban di beberapa rumah sakit.
7.
21 Desember 2011
Masyarakat Sungai Sodong melakukan kerja sama dengan PT. SWA
Pada tahun 1997 terjadi perjanjian kerjasama antara PT. SWA dengan warga, terkait dengan 564 bidang tanah seluas 1070 ha milik warga untuk diplasmakan. Perjanjian tersebut untuk masa waktu 10 tahun, setelah itu akan dikembalikan lagi pada warga. Selama kurun waktu 10 tahun, setiap tahunnya warga juga dijanjikan akan mendapat kompensasi. Perusahaan ternyata tidak memenuhi perjanjian tersebut. Akhirnya pada bulan april 2011 masyarakat sungai sodong mengambil kembali tanah tersebut melalui pendudukan.

 Dari beberapa daftar sengketa tanah di atas, tragedi Mesuji termasuk ke dalam 13 kasus sengketa tanah yang menjadi fenomena gunung es di bidang pertahanan. Fenomena ini terjadi berlarut-larut disebabkan karena ketidak mampuan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk menyelesaikannya.  Beberapa penyebab konflik sengketa tanah dapat diidentifikasi, misalnya; pertama, konflik lahan antara masyarakat adat dengan perusahaan perkebunan atau perusahaan perhutani yang pada umumnya disebabkan karena ketidak jelasan status hukum tanah yang dikuasai oleh masyarakat adat tidak sesuai dengan pandangan hukum agrarian nasional. Konflik ini disinyalir akan berdampak pada penguasaan tanah oleh perusahaan dengan landasan perusahaan sudah mempunyai bukti legal (sertifikat) yang sah walaupun tanpa memperhatikan produktivitas tanah dengan menelantarkannya bertahun-tahun. Ironisnya ketika masyarakt miskin mencoba memanfaatkan lahan terlantar tersebut dengan menggarapnya - bahkan ada yang sampai puluhan tahun -  dengan gampanya mereka dikalahkan haknya di pengadilan tatkala muncul sengketa.
 Kedua, konflik lahan yang berkaitan perambahan oleh masyarakat lokal ataupun pendatang. Konflik ini akan mengakibatkan adanya ketidak harmonisan antara masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang. Dampak yang paling kentara adalah adanya perpecaran diantara masyarakat yang akan menimbulkan rusaknya kestabilitasan dan pertahanan Negara. Ketika konflik ini terjadi di negeri-negeri Muslim maka bukan tidak mungkin secara tidak langsung akan menjadi pintu masuk asing (penjajah) untuk memecah-belah kaum muslim sehingga akhirnya penguasaan kekayaan oleh asing atau swasta yang ada di daerah konflik tersebut menjadi jalan tengah konflik tersebut.
 Ketiga, konflik yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Misalnya adanya penambangan disuatu tempat disinyalir akan mengurangi debit air yang dibutuhkan masyarakat karena ada penggalian atau penambangan disekitar sumber air tersebut. Karena sumber airnya sudah dialih fungsikan menjadi area penambangan, hal ini menyebabkan tidak ada lagi cadangan air buat kebutuhan masyarakat atau untuk pengairan pertanian masyarakat, serta tidak jarang adanya pencemaran baik air, tanah, ataupun udara sehingga menghambat produktifitas pertanian masyarakat.
Akar Masalah Adanya Sengketa Tanah
Sebenarnya apa yang melatarbelakangi adanya kasus sengketa tanah ini? Mungkin ini salah satu pertanyaan yang ada di benak masyarakat. Dari sejumlah data dan berbagai analisis terkait sengketa tanah ini terbagi ke dalam dua factor  utama, yaitu; pertama, orientasi agraria nasional lebih condong kepada kebijakan yang bersifat neo liberal. Kedua, penyelesesaian konflik yang terjadi lebih mengedepankan secara refresif (kekerasan). Selain itu konflik sengketa lahan lebih rumit lagi dengan melibatkan spekulan mafia tanah dan makelar.
Pertama, kebijakan agraria nasional lebih condong kepada kebijakan neo-liberal, hal ini bisa di lihat dari aturan yang di pakai oleh pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan agrarian ini. Rancangan Undang-Undang Pengadaan Lahan untuk Pembangunan adalah salah satu buktinya. RUU ini telah disahkan oleh DRP pada bulan Desember 2011. Undang-undang ini akan memberikan perlindungan kepada pemilik lahan dari pengambil alihan yang sewenang-wenang. Namum jika dianalisis, keberpihakan Undang-undang ini terhadap warga sangat disangsinkan.
Hal tersebut kita lihat pada bagian C dalam UU PengadaanLlahan yang isinya: “bahwa peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum belum dapat menjamin perolehan tanah untuk pelaksanaan pembangunan. “Kepentingan umum” dalam UU ini masih bersifat absurd, serta memiliki multi makna.  Dengan ke tidak jelasan ini, orang bisa saja mengatasnamakan kepentingan pribadi atau golongan sebagai kepentingan umum, kata “kepentingan umum” ini di ulang pada pasal 5,6,7, dan 8. Yang paling kentara absurdnya terlihat pada pasal 5 yaitu pemilik lahan ‘berkewajiban’ melepaskan kepemilikannya untuk kepentingan umum.
Nuansa neo-liberal ini diperkuat dengan pernyataan bahwa “semangat utama Undang-Undang ini adalah untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dinyatakan Menteri Keuangan Agus Martowardojo yang mengharapkan UU Pengadaan Lahan dapat melancarkan pembangunan proyek infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang direncanakan mencapai tujuh hingga 7,7 persen pada 2014 mendatang. UU tersebut diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam pembangunan sarana infrastruktur yang saat ini masih sering dipersulit karena ketiadaan kesepakatan antara pemilik lahan dengan pemerintah (kompas.com, 16/12/2011).
Yang lebih kentara dari UU ini adalah pada pasal 12 yang menyatakan bahwa pembangunan kepentingan umum “wajib diselenggarakan Pemerintah dan dapat bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Badan Usaha Swasta”. Dari sini menandakan bahwa keberpihakan pemerintah terhadap swasta semakin terbuka lebar.
Yang lebih parah lagi kebijakan yang terdahulu terkait kebijakan agraria yaitu yang di tetapkan dalam Ketetapan MPR No. IX/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (pasal 9 ayat 2) yaitu “Tiap-tiap warga-negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”. Dari sini Semakin membuka swasta untuk menguasai tanah. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan Keppres No.34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, pada dasarnya memberi kewenangan yang besar kepada pemerintah daerah untuk menuntaskan masalah-masalah agraria nyatanya tidak menyelesaikan permasalahan yang ada terkait sengketa tanah ini.

Serta merujuk pada PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah (terutama pasal 2) Badan Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya dapat menerbitkan dokumen legal (sertifikat) yang dibutuhkan oleh setiap warga negara dengan mekanisme yang mudah, terlebih lagi jika warga negara yang bersangkutan sebelumnya telah memiliki bukti lama atas hak tanah mereka. Namun sangat disayangkan pembuktian dokumen legal melalui sertifikasi pun ternyata bukan solusi dalam kasus sengketa tanah. Seringkali sebidang tanah memiliki sertifikat lebih dari satu, misalnya pada kasus Meruya. Bahkan, pada beberapa kasus,, sertifikat yang telah diterbitkan pun kemudian bisa dianggap aspro (asli tapi salah prosedur).
Kedua, penyelesesaian konflik yang terjadi lebih mengedepankan secara refresif (kekerasan). Cerita ini bukan hanya milik Rezim Orde Baru saja. pada masa sekarang yang katanya sudah menyuarakan reformasi, berbagai bentuk intimidasi dan kekerasan oleh (aparat)  negara terhadap masyarakat kerap terjadi dalam konteks sengketa tanah dan konteks masalah agraria lainnya. Misalnya, kasus penggusuran Masyarakat Adat Meler-Kuwus, Manggarai, NTT yang dituduh telah melakukan “perampasan tanah negara” pada tahun 2002 atau kasus penangkapan dan intimidasi terhadap delapan anggota Serikat Petani Pasundan di Garut yang dituduh sebagai perambah dan perusak hutan pada awal Maret 2006.
Padahal hal tersebut tidak boleh terjadi karena sudah ada aturan yang mengatur hal tersebut, seperti yang terdapat pada Tap MPR No. IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam telah mengatakan bahwa “menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia” adalah salah satu prinsip yang wajib ditegakkan oleh (aparat) negara dalam penanganan sengketa agraria. Dengan merujuk pada Tap MPR ini bahwa cara-cara yang ditempuh oleh (aparat) Negara tersebut merupakan hal yang tragis dan ironis dan malangnya hampir dalam kasus sengketa tanah, masyarakat selalu dalam posisi lemah dan dilemahkan.
Inilah contoh kebijakan yang diterapkan merupakan kebijakan yang dihasilkan dari rasionalitas manusia semata tanpa menghadirkan eksistensi pecipta. Maka akibatnya akan berujung pada kebijakan yang tidak bisa menyelesaikan permasalahan secara komprehensif.  Selain itu, banyak dari kebijakan-kebijakan yang diambil lebih menguntungkan satu kelompok saja (lebih menguntungkan pihak swasta). Kesalahan ini tidak hanya terjadi dari implemntasi kebijakan tersebut saja, melainkan berhubungan dengan landasan pembuatan kebijakannya yang  sudah tidak ideal.
Pandangan Islam tentang Tanah
Dalam pandangan Islam tanah adalah termasuk harta yang boleh dimiliki individu. Setiap orang berhak mengelola tanah dengan syarat lahan tersebut tidak bertuan (tanah mati) dan ketika ada orang yang mengelola tanah tersebut dalam artian menggarap atau menghidupkan tanah tersebut maka orang tersebut berhak memiliki tanah itu. Hal ini sesuai dengan Sabda Nabi saw.:
“Siapa yang mematok sebidang tanah maka tanah itu miliknya,”(HR. Ahmad, Thabrani, Abu Daud, Bayhaqi)
Juga dari sabda yang yang lain:
“Siapa yang mengelola sebidang tanah yang tidak ada pemiliknya seorangpun, maka ia lebih berhak (memilikinya)”(HR.Bukhari
Kepemilikan lahan itu juga disyaratkan adanya pengelolaan seperti menanaminya, membersihkan lahannya, membangun bangunan di atasnya seperti rumah, kantor, peternakan, dsb. Bila dalam jangka waktu 3 tahun tidak dikelola, maka Negara berhak mengalihkan kepemilikan tanah yang ditelantarkan tersebut kepada orang lain yang mampu untuk mengelolanya.
Hukum Komprehensif Seputar Lahan Pertanian
Syaikh Abdurrahman al-Maliki dalam As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla telah menerangkan 3 (tiga) hukum syariah terpenting yang menyangkut lahan pertanian:
(1) hukum kepemilikan lahan (milkiyah al-ardh);
(2) hukum mengelola lahan pertanian (istighlal al-ardh); dan
(3) hukum menyewakan lahan pertanian (ta‘jir al-ardh) (Abdurrahman Al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla, hlm. 59-69).
Hukum Kepemilikan Lahan
Syariah Islam telah menetapkan hukum-hukum khusus terkait lahan pertanian. Yang terpenting adalah hukum kepemilikan lahan. Bagaimanakah seorang petani dapat memiliki lahan?
Syariah Islam menjelaskan bahwa ada 6 (enam) mekanisme hukum untuk memiliki lahan:
(1) melalui jual-beli;
(2) melalui waris;
(3) melalui hibah;
(4) melalui ihya’ al-mawat (menghidupkan tanah mati);
(5) melalui tahjir (membuat batas pada suatu lahan);
(6) melalui iqtha’ (pemberian negara kepada rakyat). (Abdurrahman Al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla, hlm. 59).

                Mengenai mekanisme jual beli, waris, dan hibah, sudah jelas. Adapun Ihya’ al-Mawat adalah upaya seseorang untuk menghidupkan tanah mati (al-ardhu al-maytah). Tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh seorang pun. Upaya seseorang menghidupkan tanah mati menjadi sebab bagi dirinya untuk memiliki tanah tersebut. Menghidupkan tanah mati artinya melakukan upaya untuk menjadikan tanah itu menghasilkan manfaat seperti bercocok tanam, menanam pohon, membangun bangunan dan sebagainya di atas tanah itu. Rasulullah saw. bersabda:

Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya (HR al-Bukhari).

             Artinya adalah membuat batas pada suatu bidang tanah dengan batas-batas tertentu, misalnya dengan meletakkan batu, membangun pagar, dan yang semisalnya di atas tanah tersebut. Sama dengan Ihya’ al-Mawat, aktivitas Tahjir juga dilakukan pada tanah mati. Aktivitas Tahjir menjadikan tanah yang dibatasi/dipagari itu sebagai hak milik bagi yang melakukan Tahjir. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.:
Siapa saja memasang batas pada suatu tanah maka tanah itu menjadi miliknya (HR Ahmad, Thabrani, dan Abu Dawud). (Lihat Athif Abu Zaid Sulaiman Ali, Ihya’ al-Aradhi al-Mawat fi al-Islam, hlm. 72).
Adapun Iqtha’ adalah kebijakan Khilafah memberikan tanah milik negara kepada rakyat secara gratis. Tanah ini merupakan tanah yang sudah pernah dihidupkan, misalnya pernah ditanami, tetapi karena suatu hal tanah itu tidak ada lagi pemiliknya. Tanah seperti ini menjadi tanah milik negara (milkiyah al-dawlah), bukan tanah mati (al-ardhu al-maytah) sehingga tidak dapat dimiliki dengan cara Ihya’ al-Mawat atau Tahjir. Tanah seperti ini tidak dapat dimiliki individu rakyat, kecuali melalui mekanisme pemberian (Iqtha’) oleh negara. Rasulullah saw. pernah memberikan sebidang tanah kepada Abu Bakar dan Umar. Ini menunjukkan negara boleh dan mempunyai hak untuk memberikan tanah milik negara kepada rakyatnya. (Abdurrahman Al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla, hlm. 60).

Hukum Mengelola Lahan Pertanian
Syariah Islam mewajibkan para pemilik lahan untuk mengelola tanah mereka agar produktif. Artinya, kepemilikan identik dengan produktivitas. Prinsipnya, memiliki berarti berproduksi (man yamliku yuntiju). Jadi, pengelolaan lahan adalah bagian integral dari kepemilikan lahan itu sendiri (Abdurrahman al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla, hlm. 61).
Maka dari itu, syariah Islam tidak membenarkan orang memiliki lahan tetapi lahannya tidak produktif. Islam menetapkan siapa saja yang menelantarkan lahan pertanian miliknya selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, maka hak kepemilikannya gugur. Pada suatu saat Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. berbicara di atas mimbar:
Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya. Orang yang melakukan tahjir tidak mempunyai hak lagi atas tanahnya setelah tiga tahun (tanah itu terlantar) (Disebut oleh Abu Yusuf dalam kitab Al-Kharaj. Lihat Muqaddimah Al-Dustur, II/45).

Pidato Umar bin al-Khaththab itu didengar oleh para Sahabat dan tidak ada seorang pun dari mereka yang
mengingkarinya. Maka dari itu, terdapat Ijmak Sahabat bahwa hak milik orang yang melakukan Tahjir (memasang batas pada sebidang tanah) gugur jika dia menelantarkan tanahnya tiga tahun.
Tanah yang ditelantarkan tiga tahun itu selanjutnya akan diambil-alih secara paksa oleh negara untuk diberikan kepada orang lain yang mampu mengelola tanah itu. Dalam kitab Al-Amwal, Imam Abu Ubaid menuturkan riwayat dari Bilal bin Al-Haris Al-Muzni, yang berkata: Rasulullah saw. pernah memberikan kepada dirinya [Bilal] tanah di wilayah Al-Aqiq semuanya. Dia berkata, “Lalu pada masa Umar, berkatalah Umar kepada Bilal, ‘Sesungguhnya Rasulullah saw. tidak memberikan tanah itu agar kamu membatasinya dari orang-orang. Namun, Rasulullah saw. memberikan tanah itu untuk kamu kelola. Maka dari itu, ambillah dari tanah itu yang mampu kamu kelola dan kembalikan sisanya.’” (Lihat Athif Abu Zaid Sulaiman Ali, Ihya’ al-Aradhi al-Mawat fi al-Islam, hlm. 73).
Gugurnya hak milik ini tidak terbatas pada tanah yang dimiliki lewat Tahjir, tapi dapat di-qiyas-kan juga pada tanah-tanah yang dimiliki melalui cara-cara lain, seperti jual-beli atau waris. Hal itu karena gugurnya hak milik orang yang melakukan Tahjir didasarkan pada suatu ‘illat (alasan hukum), yaitu penelantaran tanah (ta’thil al-ardh). Maka dari itu, berdasarkan Qiyas, tanah-tanah pertanian yang dimiliki dengan cara lain seperti jual beli dan waris, juga gugur hak miliknya selama terdapat ‘illat yang sama pada tanah itu, yaitu penelantaran tanah (ta’thil al-ardh). (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, hlm. 140).

Hukum Menyewakan Lahan Pertanian
Akad menyewakan lahan pertanian (ta‘jir al-ardh) dalam fikih disebut dengan istilah Muzara’ah atau Mukhabarah. Para ulama berbeda pendapat mengenai boleh-tidaknya akad tersebut. Namun, pendapat yang rajih (kuat) adalah yang mengharamkannya (Pen-tarjih-an dalil yang rinci dapat dilihat dalam kitab Muqaddimah ad-Dustur, II/46-63).
Dalam hadis sahih riwayat Imam Muslim disebutkan:
Rasulullah saw. telah melarang untuk mengambil upah atau bagi hasil dari lahan pertanian (HR Muslim).
Hadis ini dengan jelas mengharamkan akad menyewakan lahan pertanian secara mutlak, baik tanah ‘Usyriyah maupun tanah Kharajiyah, baik tanah itu disewakan dengan imbalan uang, imbalan barang, atau dengan cara bagi hasil (Jawa: maro) (Abdurrahman Al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla, hlm. 68).
Namun, yang diharamkan adalah menyewakan lahan pertanian untuk keperluan bercocok tanam saja (li az-zira’ah), misalnya untuk ditanami padi atau jagung. Adapun jika menyewakan lahan pertanian bukan untuk bercocok tanam, hukumnya boleh, misalnya untuk dijadikan kandang ternak, gudang, tempat peristirahatan, dan sebagainya. (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, hlm.143).
Kebijakan Daulah dalam Penyelesaian Pengelolaan Tanah
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tanah adalah harta yang boleh dimiliki individu dan didalam Islam kepemilikan ini tidak sepenuhnya dikembalikan pada individu tapi ada pengaturannya tersendiri. Dalam buku sistem keuangan Negara Khilafah, tanah dan bangunan yang terkait dengan Negara adalah hak semua umat Islam. Islam memiliki asas-asas sistem ekonomi Islam untuk mengatur kekayaan Negara termasuk pengelolaan tanah didalamnya yaitu, ada tiga asas ekonomi islam: pertama, kepemilikan. Kedua, pengelolaan kepemilikan. Ketiga, distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat.
Jika terjadi kasus sengketa tanah pada Daulah yang akan datang, maka langkah yang akan ditempuh adalah langkah atau kebijakan yang hanya berlandaskan pada Islam semata. Dan tidak akan ada lagi aturan-aturan yang bersifat absurd sehingga dengan mudah dapat di salah artikan oleh pihak-pihak tertentu.
Bekenaan dengan pengolahan lahan maka Islam sudah memiliki aturannya. Misalnya, permasalahan lahan  antara individu maka akan diselesaikan oleh Khalifah dengan adil. Contoh kasus adalah sengketa terkait batas lahan yang dimiliki individu. Maka Qadhi Khusumat yang akan menyelesaikan kasus ini dengan melihat siapa yang lebih dulu mengelola tanah ini disertai dengan pembuktian dan saksi dari kedua belah pihak yang bersengketa. Tapi ketika sengketa lahan tersebut berkaitan dengan lahan  pertambangan atau perhutanan yang  luasnya berhektar-hektar dan bisa menghidupi hajat hidup orang banyak,  maka akan diselesaikan dengan cara pengambil alihan lahan yang bersengketa tersebut oleh Negara. Kemudian dikelola dan hasilnya diserahkan kepada masyarakat.
Jika ada  lahan yang didiamkan oleh pemilik lahan maka khilafah memberi batasan seberapa lama lahan tersebut tidak dihidupkan. oleh siapa lahan  itu akan dipelihara di tentukan oleh Khalifah. Seperti yang dijelaskan dalam Sistem Keuangan Negara khilafah yaitu: Pembagian pengelolaan tanah-tanah mati perlu diperhatikan beberapa perkara. Jika tanah mati yang dibagikan itu sudah lama terlantar, atau tanah itu dahulunya subur dan ditanami, kemudian diterlantarkan sehingga menjadi tanah mati, sebelum dikenakan kharaj, maka secara syar’iy negara bisa mengambil alih tanah itu, lalu dibagikan kepada salah seorang dari rakyatnya. Tanah jenis ini selaras dengan (hukum) menghidupkan tanah mati di tanah kharajiyyah. Jika Muslim yang dapat pembagian, ia bisa mendapatkan hak pemanfaatannya dan hak atas (zat) tanahnya, asalkan tanah tersebut dihidupkan. Ia dikenakan ‘usyur zakat. Tapi, kalau yang mendapat bagian itu adalah orang kafir dzimmiy, maka ia hanya mendapatkan hak manfaatnya saja, dan atasnya hanya dikenakan kharaj, sebab tanah itu adalah tanah kharaj.
Lain halnya jika tanah mati itu dulunya adalah subur dan pernah dikenakan kharaj atas tanahnya, setelah itu tanah tadi menjadi terlantar, maka terhadap tanah semacam ini dikenakan kharaj, baik yang mendapatkan bagian itu Muslim atau pun kafir dzimmiy. Sebab, terhadap tanah yang dibebaskan dikenakan kharaj, dan (status hukum)-nya secara pasti seperti ini, hingga Allah
mewariskan tanah itu kepada orang lain dan keturunannya. Artinya, yang mendapatkan bagian tanah ini hanya memiliki manfatnya saja, baik dia itu Muslim atau pun kafir, karena tanah itu adalah tanah kharajiyyah.    
Menghidupkan tanah mati dan mendorongnya untuk menanaminya. Khalifah harus memberi dorongan kepada masyarakat untuk menghidupkan tanah-tanah mati (terlantar). Menghidupkan tanah mati, jika digunakan untuk tempat tinggal, membangun gudang, pabrik, kandang hewan atau unggas; maka semua itu menjadi sempurna dengan berdirinya bangunan dan atapnya. Karena hal itu merupakan awal kesempurnaan bangunan untuk bisa ditinggali atau dijadikan gudang, pabrik, kandang hewan atau unggas. Adapun, bila tanah itu dihidupkan untuk pertanian dan pembibitan, maka dilakukan dengan membuat pagar sebagai pembatas dan pembeda dengan tanah yang lain. Juga dengan mengalirkan air atau menggali sumur untuk pengairan di tanah tersebut. Jika tanah itu kering, maka agar pertanian dapat hidup harus dilakukan penyiraman. Adapun jika tanah itu basah, airnya harus dikurangi, tanahnya diolah, dicabut gulmanya dan dipotong rumputnya. Dengan sempurnanya menghidupkan tanah mati, maka sempurnalah pemilikannya.
Tanah mati di sini merupakan sifat yang dipahami berdasarkan apa yang dikandungnya, sehingga menjadi pengikat. Diriwayatkan juga oleh Baihaki, dari Amru bin Syu’aib, bahwa Umar telah menjadikan pemagaran (berlaku) selama tiga tahun. Jadi, jika seseorang melalaikan tanah yang dipagarinya itu selama tiga tahun, lalu ada orang lain yang mengelolanya, maka dialah (si pengelola) yang berhak atas tanah tersebut. Dapat diartikan, bahwa selain pada tanah-tanah mati, maka tidak berlaku pemilikan berdasarkan pemagaran atau menghidupkan (tanah). (An- Nabhany, 1953: 119).

Kondisi yang Harus Dilakukan Sekarang
Banyaknya permasalahan pertahanan yang berujung pada rakyat lagi yang menjadi pihak yang dirugikan merupakan satu bentuk kebobrokan dari aturan yang melandasi negeri ini. Tidak hanya dalam implementasi atau orang-orangnya saja akan tetapi dari kecacatan sejak lahir sistem yang mengaturnya. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai buktinya, seringkali kebijakan-kebijakannya bersifat absurd dan terlihat mementingkan segelintir orang saja dalam hal ini pemilik modal dan penentu kebijakan. Seperti dalam UU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan ini. UU ini merupakan bagian dari paket reformasi regulasi pembangunan infrastruktur di Indonesia bagi proses keterbukaan pasar dan investasi. Selain itu, RUU yang sudah di sahkan menjadi UU ini sarat dengan ‘pesanan’ asing, yakni beberapa-dokumen  menyebutkan bahwa UU ini didorong oleh ADB, Bank Dunia dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC).
Dengan demikian maka diperlukan adanya solusi atau tahapan –tahapan yang bisa menyelesaikan permasalahan ini secara komprehensif. Dan Hizbut tahrir hadir dengan membawa solusi konfrehensif itu yaitu solusi yang berlandaskan Islam semata. Sebagai sebuah partai politik Hizbut tahrir memiliki langkah-langkah yang semestinya dilakukan dalam upaya menyelesaikan kasus sengketa tanah ini. Langkah-langkah yang diambil pastilah langkah yang merujuk pada Rasulullah saw sebagai teladan setiap muslim. Adapun langlah kongrit yang dilakukan para pengemban dakwah untuk menyikapi masalah tersebut adalah:
1.        Adanya peningkatan berfikir politis pada setiap anggota dan pelajarnya karena keberadaan Hizbut Tahir merupakan institusi pemikiran. Oleh karenanya para hizbiyin dituntut untuk mengetahui fakta yang terjadi, dan mampu mengaitkannya dengan solusi yang konrehensif.
2.        Mencerdaskan umat agar umat memiliki pemahaman yang benar terhadap Islam, sehingga umat bisa mendudukan permasalahan yang ada dengan solusi yang seharusnya di ambil. Hal ini bisa dilakukan dengan  terus menginteraksikan ide-ide islam ke tengah-tengah masyarakat. Baik lewat kontak-kontak ataupun acara-acara yang berkaitan dengan pencerdasan umat.
3.        Melakukan kiffah as siyasi (perjuangan politik), caranya dengan membongkar berbagai makar yang sengaja dilancarkan oleh kaum kafir dalam upaya untuk menghalangi tegaknya Islam dalam bingkai Daulah Khilafah.
4.        Istiqomah dalam dakwah dan terus memperjuangkan tegaknya syariah Islam dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah.
Adapun solusi fundamentalis adalah dimana kita harus menyampaikan pada semua kalangan masyarakat bahwa permaslahan yang terjadi ini bukan hanya permaslahan satu aspek saja. Tapi permasalahan ini merupakan permasalahan yang sistemik dimana sistem yang mengatur saat ini adalah sistem yang tidak sesuai dengan manusia itu sendiri yang akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan. Serta mengungkapakan akar masalah dan solusi yang seharusnya kita ambil atas permasalahan yang ada saat.
Ketika masyarakat sudah menyadari bahwa akar permasalahan saat ini adalah sistem yaitu sistem demokrasi kapitalis yang ada dibelakang semuanya yang menimbulkan banyak permasalahan. Maka kita bisa menyodorkan sistem alternatif yaitu sistem Islamyang akan menjadi penyelesai setiap permasalahan.
Penutup
Jika hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah di atas diterapkan dalam kehidupan niscaya keberkahan yang pasti kita akan dapatkan. Bukan hanya muslim tapi non-muslimpun bisa merasakan keberkahan yang ada di dalamnya.
Dan hendaklah engkau memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah ditentukan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (TQS. Al-Maidah: 49). []
Wallahua’lam bi ash-shawab
Rujukan
1.        www. Nasional. Kontan.co.id
2.        www.tatanusa.co.id
3.        Sistem keuangan Negara khilafah. HTI press
4.        An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam
5.        www.hizbut-tahrir.or.id
6.        www.Waspada online.com
7.       www.jkpp.org/.../Keppres_34-2003_JakNasBidPertanahan.
8.       www.kpa.or.id/.../Tap-MPR-No-IX-2001