Berbicara
tentang kinerja pemerintah memang tidak terlepas dari penilaian kita terhadap
orang nomor satu di Indonesia sebagai pemimpin Negara ini. Menurut Lingkaran
Survei Indonesia (LSI) menyatakan bahwa kinerja SBY mengalami penurunan dari
tahun ke tahun sejak dilantik 20 oktober 2009 (liputan6.com). Hasil survei
tersebut memang tidak salah karena terbukti dari respon masyarakat yang sudah
tidak simpati lagi terhadap pemerintah. Hal tersebut terjadi bukan tanpa alasan,
karena setiap ada akibat pasti ada sebab yang memunculkan kejadian termasuk
sikap ketidak simpatian masyarakat terhadap pemerintah.
Fakta
kasus Lapindo adalah salah satu bentuk kasus dimana rakyat dibiarkan berhadapan
sendiri dengan PT Lapindo Brantas yang memiliki kekuatan luar biasa karena
dimiliki oleh orang yang memiliki kekuasaan dan dana yang sangat besar. Kasus
kedua, ketika masyarakat dihadapkan dengan kenaikan bahan bakar yang sejak SBY
memerintah sudah mengalami kenaikan harga beberapa kali bahkan sekarang
pemerintah semakin menggencarkan iklan-iklan layanan yang berkaitan dengan
larangan memakai pertamax bagi pemilik mobil pribadi. Ketiga, kasus freeport semakin
menambah daftar permasalahan yang muncul. Hal yang tidak kalah menghebohkan
lainnya adalah adanya resufle cabinet yang dilakukan presiden yang dilaksanakan
sepekan yang lalu. Ini hanya segelintir fakta yang terjadi di negeri ini, masih
banyak permasalahan-permasalahan lain yang terjadi yang sampai saat ini belum
bisa terselesaikan. Maka pantaslah ketika suatu survei menyimpulkan bahwa
adanya penurunan kinerja pemerintah karena terlihat dari kinerjanya yang di
nilai lamban. Lalu sampai kapan segala permasalahan tersebut akan berakhir? Dan
apa sebenarnya akar permasalahan yang terjadi di Negara kita ini? Dan elemen
mana saja yang berperan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi?
Dalam
tulisan ini saya akan mencoba memaparkan penyebab munculnya masalah-masalah
tersebut dan bagaimana pandangan saya terkait permasalahan tersebut sebagai seorang
mahasiswa. Pertama, ketika berbicara
kasus Lapindo pastinya kita sudah tahu seperti apa dan bagaimana kasus tersebut
terjadi. Kalau kita amati kasus ini berawal dari sebuah kesalahan yang
dilakukan oleh pihak swasta yaitu PT Lapindo Brantas yang mengakibatkan
hancurnya pemukimana masyarakat akibat lumpur dan gas panas yang terus-menerus
keluar dari hasil pengeboran yang dilakukan oleh pihak PT Lapindo Brantas.
Tidak ada penangan yang serius dari pemerintah untuk menyelesaikan kasus ini
dan membiarkan masyarakat yang berhadapan langsung dengan PT Lapindo yang
memiliki kekuasaan dan dana yang besar. Dimana ketika masyarakat mengajukan
gugatan atas kesalahan yang menimpa daerah pemukimanannya pastilah kalah dengan
pihak PT Lapindo yang memiliki modal yang besar sehingga peluang untuk
memanangkan kasusnya pun besar. Di sisi lain pemerintah tidak bertindak tegas
karena membiarkan kasus tersebut menjadi beban masyarakat Sidoarjo. Seharusnya
pemerintah mengabil alih atas penyelesaian kasus ini sampai tuntas dan
memastikan masyarakat terpenuhi haknya.
Kedua,
kenaikan BBM yang terjadi beberapa kali selama pemerintahan SBY dan adanya
pembatasan premium untuk masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi semakin
menjelaskan kinerja pemerintah sekarang ini seperti apa. Berbicara kenaikan BBM
tidak hanya berdampak pada satu aspek naiknya BBM itu sendiri tapi berdampak
pada berbagai aspek yang lainnya. Diantara dampaknya adalah adanya kenaikan
bahan makanan pokok dan harga barang. Ini yang harus diperhatikan oleh pemerintah
sebelum mengambil kebijakan tertentu. Kemudian jika melihat adanya pembatasan
premium bagi masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi. Permasalahannya bukan
dari premium untuk masyarakat kecil dan pertamax untuk kalangan masyarakat yang
memiliki kendaraan pribadi tapi dari sistem pengaturan bahan bakarnya itu
sendiri oleh pemerintah yang kemudian harus tepat dan tidak salah kelola.
Karena kalau kita analasis terkait potensi mineral, Indonesia memiliki potensi
energy yang luar biasa. Dimana sebagai wilayah yang terletak di pertemuan empat
lempeng tektonik (Indo-Australia, Eurasia, Filipina, dan Pasifik), Indonesia
punya banyak daerah rawan gempa yang rupanya merupakan mekanisme alam untuk
mematangkan dan mengangkat mineral yang dibutuhkan manusia.
Mengutip
dari pandangan Prof. Fahmy Amhar bahwa minyak kita yang siap diproduksi ada 8
milyar barel. Andaikata pengambilan minyak (lifting) kita bisa ideal sekitar
1,2 juta barel per hari, atau 0,438 milyar barel pertahun, maka cadangan itu
akan habis dalam 18 tahun. Namun para ahli geologi memastikan bahwa cadangan
total adalah 86,9 milyar barel, sehingga dengan penerapan teknologi yang tepat,
cadangan yang siap diproduksi itu bisa bertahan 198 tahun. Gas tersedia 384,7
TSCF (trillion standard cubic feet) dengan produksi 2,95 TSCF per tahun. Batu
bara tersedia 58 milyar ton, diproduksi 0,132 milyar ton per tahun. Hal ini
membuktikan kalau Indonesia ini sangat kaya. Seharusnya dengan sumber bahan
bakar yang sangat melimpah ini tidak perlu adanya pembatasan pemakaian premium
untuk masyarakat Indonesia. Namun kenapa pembatasan dan kenaikan BBM ini tetap
terjadi karena adanya kesalahan pengelolaan SDA kita, yang harusnya
dikembalikan untuk rakyat seluruhnya malah di berikan pada swasta dan swasta
asing.
Ketiga,
permasalaha Freeport tidak kalah peliknya. Harusnya pemerintah bertindak tegas
dengan permasalahan ini. Logikanya ketika kita tahu bahwa Freeport ini adalah
sumber daya alam yang ada di kawasan Indonesia yang secara otomatis menjadi SDA
yang dimiliki Indonesia maka seharusnya di kelola dan keuntungan terbesar dari
hasil pengelolaan tersebut untuk rakyat Indonesia. Namun, malah di serahkan
pada pihak swasta asing. Terkait pada awalnya merupakan balas budi Indonesia
terhadap Amerika karena telah membantu menyelesaikan kasus G30SPKI tapi tidak
menjadikan tambang emas di Papuan ini berganti kepemilikan menjadi milik
Amerika, tetap saja SDA tersebut milik Indonesia. Ketiaka ada perjanjian yang
merugikan Indonesia maka kewajiban pemerintah adalah mengambil alih SDA tersebut.
Bukan malah mengajukan perjanjian untuk menambah royalti untuk Indonesia.
Diantara
permasalahan pengelolaan masyarakat dan social yang carut marut ini, malah di
tambah dengan permasalahan resuflle yang landasannya tidak masuk akal. Bukannya
dengan adanya pergantian beberapa mentri dan penggemukan cabinet dengan adanya
wakil mentri malah menjadi semakin melambungnya pengeluaran buat gaji para
mentri dan wakil mentri yang notabene di ambil dari APBN?
APBN
yang idealnya dihasilkan dari pengelolaan SDA Indonesia sudah tidak bisa
diharapkan lagi karena secara sukarela pemerintah malah memberikan SDA kita
pada swasta dan swasta asing lewat adanya peraturan tentang dibolehkannya
privatisasi SDA kita, yang menyebabkan pemasukan dari hasil SDA kita berkurang.
Lantas rakyat lagi yang harus menanggung kekuarangan pemasukan APBN negri ini,
diantara lewat pajak. Tanpa adanya timbal balik dari pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan rakyat.
Apa
sebenarnya akar permasalahan dari fakta diatas? Jika kita analisis salah satu
penyebab permasalahan-permasalahan ini diakibatkan adanya penghilangan peran
pemerintah dalam mengelola SDAnya. Privatisasi adalah satu buktinya. Model
seperti inilah merupakan salah satu dari sistem kapitalis dimana pemerintah
sudah tidak lagi berpihak pada masyarakatnya tapi berpihak pada swasta dan
swasta asing. Selain itu juga sistem kapitalis ini juga yang merupakan akar
dari ketidak tegasan pemimpin kita untuk menyelesaikan permaslahan yang ada dan
menciptakan sebuah kondisi yang memberikan peluang bagi pihak yang menyatakan
diri sebagai pemerintah untuk berbuat curang. Contonya korupsi yang semakin
meraja rela sebagai tindak kriminal yang dilakukan oleh pemerintah sendiri.
Melihat
permasalahan yang saya paparkan di atas menunjukan sebuah bukti kinerja
pemerintah yang tidak memihak pada rakyat secara otomatis menunjukan kinerja
pemimpin kita dalam hal ini presiden tidak dilandasi untuk kepentingan rakyat
tapi untuk kepentingan pengusa dan swasta. Yang akar masalahnya berasal tidak
hanya dari orang-orangnya saja tapi juga penyebab utama permasalah yang terjadi
adalah dari aturan yang dipakainya (sistem) yang memiliki konsep sekulerisme
dan menjadikan capital sebagai focus utamanya (kapitalisme). Ketika kita tahu
bahwa akar permasalahan ini adalah sistemanya, tidak ada jalan lain kita harus
mengubah sistemnya itu agar keadaan yang rusak sekarang ini berubah menjadi
keadaan yang sejahtera. Kapitalis yang memiliki asas sekulerisme ini tidak
mungkin diganti denga sistem sosialis yang terbukti tidak sesuai denga fitrah
manusia, maka satu-satunya jalan adalah menggantinya dengan sistem Islam.
Dalam
sistem islam, SDA yang jumlahnya besar tidak boleh diserahkan kepemilikannya
kepada individu. Individu yang mengelolanya wajib diperlakukan sebagai pekerja,
dan bukan pengelola. Sebagai pekerja, dia mendapatkan upah yang sesuai dengan
tenaga professional yang dikeluarkannya, bukan sesuai denga hasilnya, karena
“hasil usaha SDA” hakekatnya milik public. Hutan, laut, sumber daya mineral,
energy – bahkan keindahan alam, hakekatnya adalah milik public - sehingga hasil
setiap exploitasi komersialnya seharusnya dikembalikan untuk kepentingan
masyarakat umum.
Negara
akan berperan sebagai wakil masyarakat ketika mengelola SDA ini. Bagaimanapun
Negara harus bertindak ketika mekanisme pasar yang sebenarnya tidak lagi dapat
diharapkan. Antara lain:
-
Melindungi keselamatan umum
Faktanya sulit meminta swasta
memperhatikan keselamatan warga secara umum (peran sosial), sesulit membiarkan
masyarakat berhadapan langsung dengan korporasi.
-
Melindungi kelestarian lingkungan
Sulit swasta diminta mereklamasi bekas lokasi
pertambangan – (peran lingkungan)
Sistem
ini akan terlaksana dengan sempuna jika diterapkan dalam sebuah institusi yang
mendukung penerapan sistem ini dengan sempurna. Institusi tersebut adalah
dinamakan dengan Khilafah Islamiyah.
Untuk
menciptakan sistem Islam ini memerlukan kesinergisan dari berbagai elemen
masyarakat. Termasuk kaum terpelajar tingkat tingggi yaitu mahasiswa. Dimana
mahasiswa memiliki peran sebagai agent of change. Peran agent of change ini
akan terasa optimal jika di dukung oleh civitas akademik. Sehingga memunculkan
potensi, peran, dan kontribusi mahasiswa dalam upaya mewujudkan pemerintahan
yang mampu memenuhi beragam kebutuhan rakyat terwujud. Serta pergerakan
mahasiswan terarah dan memunculkan pemahaman tentang ideology yang mampu
menandingi bahkan mengenyakhan ideology sekuler ini hanyalah islam.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar