Peringatan
Hari Ibu dan dan Potret Buram Ibu di Indonesia
Tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu. Berbagai seremonial
diadakan untuk menyambut hari Ibu. Mulai dengan pemberian hadiah dari para anak
kepada para Ibu masing-masing, sampai dengan berbagai lomba dan kontes khusus
untuk para Ibu. Namun bagaimana dengan nasib kaum Ibu di Indonesia, apakah sudah
sesejahtera perayaan hari Ibu?
Isu kesetaraan gender dan
kondisi ekonomi yang sulit telah menjadikan
para perempuan dan kaum ibu merasa nyaman berada di wilayah
publik. Sejumlah
besar buruh pabrik didominasi oleh kaum perempuan, yang sebagian diantaranya
berstatus Ibu. Sejumlah kaum perempuan “yang beruntung” mengaktualisasikan
dirinya sebagai wanita karir yang “sukses”. Halusinasi “wanita sukses adalah
wanita bekerja” telah meracuni benak kaum hawa.
Nyatanya, kaum perempuan
yang berada di ranah publik ini berada dalam kondisi terpaksa bekerja tuntutan
biaya kehidupan, pendidikan, kesehatan, dll yang semakin besar. Keterpaksaannya
ini membuat kaum perempuan rela dieksploitasi. Gaji yang diterima tidak sepadan
dengan kerja keras mereka. Akibatnya, para perempuan berada di bawah kendali
para pemilik modal. Maka kondisi ini sejatinya tidaklah meningkatkan harkat dan martabat perempuan itu
sendiri, malah menghinakan kaum perempuan.
Kondisi di atas
berdampak pada menurunnya
kualitas peran ibu di rumah tangga. Fenomena kenakalan remaja dengan mudah kita
temukan. Selain itu, hal itu berdampak pada berkurangnya ketaatan istri kepada suami khususnya ketika penghasilan suami lebih rendah daripada
istri. Hal ini memicu keretakan dalam rumah tangga yang tidak jarang berakhir dengan perceraian
dan anak-anak yang broken home.
Inilah
hasil dari sistem yang mengorientasikan segala sesuatunya pada materi semata. Kehidupan tipe ini
memandang kebahagiaan keluarga semata diukur oleh sejumlah harta dan fasilitas
materi yang dapat dipenuhi secara kasat mata, tanpa memperhatikan kebutuhan
maknawi dan spiritual, seperti kasih sayang dan kehangatan Ibu dalam keluarga
dan kebutuhan akan ketaatan pada Sang Pencipta, Allah SWT.
Karenanya, momen hari
Ibu ini adalah saat yang penting untuk mengembalikan peran dan posisi Ibu
sebagai pendidik generasi dan pengatur rumah tangga. Yang kalaupun wanita
bekerja, itu bukan karena “keterpaksaan” karena tidak ada yang menafkahi diri
dan keluarganya.
Kondisi semacam ini akan
tercipta dalam tatanan masyarakat yang menerapkan aqidah Islam dalam seluruh
aspek kehidupan, dimana negara
memberikan jaminan atas pemenuhan kebutuhan ibu seraya membuka kesempatan kerja bagi para
lelaki yang bertanggung jawab memberi nafkah bagi keluarganya, sehingga tidak membiarkan kaum Ibu menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, bahkan
negara.
Wassalam,
Elis Ratna K.